Departemen Kehakiman Amerika Serikat membela kesepakatan kesepakatan Boeing terhadap kritik dari keluarga korban kecelakaan 737 Max di Indonesia. Pasca kecelakaan yang melibatkan pesawat Boeing 737 Max di Indonesia pada tahun 2018 dan 2019, banyak keluarga korban menuntut keadilan dan pertanggungjawaban dari perusahaan tersebut.
Namun, Departemen Kehakiman Amerika Serikat telah memutuskan untuk menyelesaikan kasus dengan kesepakatan plea deal dengan Boeing, yang memungkinkan perusahaan untuk menghindari tuntutan pidana. Keputusan ini menuai kritik tajam dari keluarga korban dan pengamat hukum yang menilai bahwa kesepakatan tersebut tidak adil dan tidak memberikan keadilan bagi para korban.
Dalam pembelaannya, Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengatakan bahwa kesepakatan plea deal dengan Boeing adalah langkah yang terbaik untuk memastikan keamanan penerbangan di masa depan. Mereka menekankan bahwa perusahaan telah setuju untuk membayar denda yang besar dan mengakui kesalahan yang telah dilakukan dalam kasus kecelakaan pesawat 737 Max.
Meskipun demikian, keluarga korban masih merasa kecewa dan tidak puas dengan kesepakatan tersebut. Mereka menuntut keadilan yang lebih besar dan pertanggungjawaban yang lebih besar dari Boeing atas kecelakaan yang telah menimpa anggota keluarga mereka.
Kritik juga datang dari pihak otoritas penerbangan di Indonesia, yang menilai bahwa kesepakatan plea deal dengan Boeing tidak cukup untuk memberikan keadilan bagi para korban. Mereka menekankan pentingnya menegakkan hukum secara adil dan memberikan keadilan yang setimpal bagi para korban kecelakaan pesawat.
Dengan adanya kritik yang terus menerus terhadap kesepakatan plea deal antara Boeing dan Departemen Kehakiman Amerika Serikat, diharapkan bahwa keadilan akan tetap diutamakan dan para korban kecelakaan pesawat 737 Max akan mendapatkan keadilan yang pantas bagi mereka dan keluarga mereka.