Sebelum kunjungan Paus Fransiskus ke Timor Timur, laporan AP tentang skandal penyalahgunaan rohaniwan telah menjadi sorotan. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa gereja Katolik di Timor Timur juga tidak luput dari kasus penyalahgunaan seksual yang melibatkan rohaniwan.
Menurut laporan tersebut, beberapa korban telah mengungkapkan bahwa mereka menjadi korban penyalahgunaan seksual oleh rohaniwan saat mereka masih anak-anak. Beberapa korban juga menyatakan bahwa gereja telah menutup-nutupi kasus-kasus penyalahgunaan ini dan tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi korban.
Hal ini tentu menjadi sorotan yang serius menjelang kunjungan Paus Fransiskus ke Timor Timur. Sebagai pemimpin spiritual Gereja Katolik, Paus Fransiskus diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini dan memberikan keadilan bagi korban-korban penyalahgunaan rohaniwan.
Dari laporan AP tersebut, ada beberapa pelajaran yang dapat diambil. Pertama, pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus penyalahgunaan seksual. Gereja harus membuka diri dan tidak menyembunyikan kasus-kasus penyalahgunaan ini demi kepentingan institusi.
Kedua, perlunya memberikan perlindungan yang memadai bagi korban penyalahgunaan. Korban harus mendapatkan dukungan dan perlindungan yang mereka butuhkan untuk bisa pulih dan mendapatkan keadilan.
Ketiga, pentingnya mendengarkan dan memperhatikan suara korban. Korban harus diberikan ruang untuk mengungkapkan pengalaman mereka dan mendapatkan keadilan yang mereka butuhkan.
Dengan adanya laporan ini, diharapkan gereja Katolik di Timor Timur dapat belajar dari kesalahan yang telah terjadi dan melakukan perubahan yang diperlukan untuk mencegah terulangnya kasus penyalahgunaan rohaniwan di masa depan. Semua pihak, termasuk gereja, pemerintah, dan masyarakat, harus bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini dan memberikan keadilan bagi korban.